A. Pengukuran Situasi
Maksud pengukuran situasi detail adalah memudahkan identifikasi untuk pengikatan bidang-bidang tanah dalam rangka pelaksanaan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran tanahnya..
B. Detail Situasi
Detail-detail situasi terdiri unsur-unsur alam dan unsur-unsur buatan manusia. Tidak semua detail dilakukan pengukuran tetapi hanya dilakukan identifikasi lapangan dan memetakan pada peta, misalnya areal hutan, ilalang dan sebagainya.
B.1.Batas administrasi
Batas administrasi yaitu batas wilayah berdasarkan wilayah penguasaan administrasi pemerintahan. Berdasarkan hirarkis pemeritahan yang tertinggi dapat dibagi menjadi :
1. Batas Negara
2. Batas Dati I atau Batas Propinsi
3. Batas Dati II atau Batas Kotamadya atau Batas Kabupaten
4. Batas Kecamatan
5. Batas Desa atau Batas Kelurahan
Pengukuran batas administrasi harus berdasarkan peta batas wilayah yang sudah disepakati (batas definitif) dan disetujui antara kedua pemerintah yang berbatasan. Apabila peta batas wilayah tidak/ belum ada, maka penentuan batas administrasi dapat dilakukan langsung di lapangan dengan menghadirkan aparat pemerintah yang mengetahui dari kedua pemerintah yang berbatasan.
B.2. Unsur perairan
Unsur perairan adalah detail alam atau buatan manusia yang mengandung unsur-unsur perairan beserta bangunan-bangunan pendukung yang ada di atasnya.
Adapun unsur perairan terdiri dari :
2. Saluran atau selokan
3. Lautan
4. Danau atau rawa
5. Empang
Sedangkan bangunan-bangunan pendukung yaitu :
1. Bangunan pembagi air
2. Jembatan
3. Bendungan
4. Bendungan dengan pintu air
B.3. Titik-titik Tetap
Titik-titik Tetap berupa tugu-tugu yang dipasang baik yang BPN/ Agraria maupun milik instansi lain, apabila dianggap perlu, adalah detail-detail yang harus diukur sebagai kelengkapan pengukuran situasi.
Tugu-tugu tersebut terdiri dari :
1. Tugu Kerangka Dasar
2. Tugu Titik Tinggi Geodesi (TTG)
3. Tugu Km
4. Tugu dari PBB, Dep. PU, Dep. Perhubungan dan lain-lain.
B.4 Jalan
Jalan sebagai sarana penghubung antar wilayah merupakan detail situasi yang sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengukuran dan pemetaan. Jalan dibagi menjadi dua jenis berdasarkan kondisi-nya, yaitu jalan yang diperkeras dan jalan tanah.
2. Jalan tanah yaitu jalan yag kondisinya berupa tanah belum dibangun pondasi, berpondasi batu atau berpondasi pasir dan dipasang conblock. Di lapangan kondisinya dapat berupa jalan tanah biasa, jalan setapak, lorong atau gang.
B.5. Rel
Rel merupakan sarana transportasi untuk kereta api antar wilayah atau untuk lori di wilayah perkebunan, misalnya di perkebunan tebu.
B.6. Bangunan-bangunan Penting
Bangunan-bangunan penting adalah bangunan milik atau yang digunakan untuk kegiatan pemerintahan, baik sipil maupun militer, dan untuk keperluan kegiatan masyarakat umum. Untuk memudahkan mengenali bangunan tersebut harus diberi nama bangunan tersebut. Jika tidak ada nama formal-nya maka digunakan nama yang digunakan oleh penduduk setempat.
Contoh bangunan-bangunan penting yaitu :
1. Kantor Gubernur, Bupati/ Walikota, Kecamatan, Desa/ Kelurahan
2. Kantor-kantor instansi pemerintah
3. Kantor Polsek, Koramil dll.
4. Tempat-tempat ibadah
5. Pasar, terminal, stasiun, bandara, lapangan olahraga, dll.
6. Sekolah
7. Jalur listrik tegangan tinggi, telepon, pipa hidran, minyak, gas
B.7. Pemukiman
Pengukuran situasi untuk daerah perkebunan besar adakalanya dijumpai daerah-daerah yang harus dienclave. Untuk daerah enclave yang merupakan pemukiman harus diukur sepanjang batas enclave tersebut.
Perkebunan dalam rangka pengukuran situasi hanya dilakukan identifikasi saja, Sedangkan daerah persawahan dan tegalan apabila dilakukan pengukuran bidang, harus diukur sudut-sudut pematang yang merupakan batas milik.
Pengukuran situasi dapat dilaksanakan dengan dua metoda yaitu terrestrial dan fotogrametriks.
C.1. Metoda Terrestrial
1. Pengambilan data sudut dan jarak cukup dilakukan satu kali.
2. Pengukuran jarak dapat dilakukan secara optis.
3. Dalam hal detail situasi berupa tugu dari instansi lain yang memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai titik dasar teknik, pengambilan data ukuran lapangan sama dengan pada pengukuran titik dasar teknik.
C.1.1. Perencanaan
Peta dasar teknik yang menggambarkan distribusi titik-titik dasar teknik orde 2 atau orde 3 digunakan sebagai peta perencanaan jalur-jalur pengukuran situasi detail. Semua jalur poligon utama harus terikat pada titik-titik dasar teknik tersebut. Buku tugu dan peta topografi digunakan untuk membantu perencanaan jalur pengukuran.
C.1.2. Metoda Pengukuran
Ada beberapa metoda pengukuran yang digunakan untuk pengukuran situasi, yaitu :
2. Metoda Polar
3. Kombinasi dari kedua metoda
Secara rinci penjelasan masing-masing metoda dijelaskan pada Bab 4 tentang Pengukuran Bidang dan Pembuatan Gambar Ukur.
C.1.3. Peralatan
C.1.4. Pengukuran dan Pengolahan Data
Pemetaan fotogrametrik adalah pemetaan dengan menggunakan media foto udara. Adapun peta yang dihasilkan dapat berupa peta foto atau peta garis. Pada peta garis semua detail dapat dipetakan sesuai dengan tujuan pemetaan tersebut. Dengan demikian pada metoda ini dapat dilaksanakan pembuatan untuk peta titik dasar teknik, peta dasar pendaftaran dan peta pendaftaran secara bersamaan.
C.2.1. Perencanaan
Perencanaan jalur terbang dan pemasangan titik kontrol tanah dengan memperhatikan skala foto udara, besar sidelap dan overlap. Terdapat dua kegiatan perencanaan yaitu :
1. Perencanaan jalur terbang untuk pemotretan udara yaitu membuat desain jalur terbang pada peta topografi skala 1:50.000. Arah jalur terbang tergantung untuk daerah datar yaitu utara-selatan atau timur-barat, sedangkan untuk daerah bergunung disesuaikan dengan arah topografinya.
Δ Tugu perimeter dipasang premark dan dilakukan pengukuran titik kontrol horisontal (orde 3) dan vertikal
Ο Pengukuran titik kontrol vertikal
__ Jalur terbang
---- Areal pemotretan udara.
C.2.2. Pengukuran Titik Kontrol Tanah
Pemasangan titik kontrol tanah/premark yaitu memasang dan mengukur titik-titik kontrol seseuai dengan rencana yang sudah dibuat. Mengingat persyaratan perimeter adalah mutlak, maka pemasangan premark tidak boleh bergeser terlalu jauh dari yang sudah direncanakan dan ketelitannya sama dengan titik dasar teknik orde 3. Pengukuran meliputi dua kegiatan yaitu pengukuran titik kontrol horisontal (X,Y) dan pengukuran titik kontrol vertikal (Z).
C.2.3. Pemotretan Udara
Pemotretan udara dilaksanakan dengan kamera udara yang diletakkan pada pesawat terbang yang sudah didesain untuk itu. Jalur pemotretan harus sesuai dengan yang direncanakan. Penyimpangan dari rencana jalur terbang harus diulang. Pada cara konvensional peranan navigator sebagai pembaca peta sangat besar sekali dalam usaha pesawat memasuki memasuki jalur terbang. Adanya kemajuan teknologi GPS akan membantu pilot untuk memasuki jalur terbang. Foto udara yang dihasilkan adalah foto udara vertikal.
C.2.4. Triangulasi Udara (Aerial Triangulation)
Yaitu proses pengadaan titik kontrol minor yang digunakan untuk orientasi absolut pada pekerjaan ploting. Titik kontrol ini akan di transformasikan menjadi titik kontrol tanah.
C.2.5. Identifikasi Lapangan
Identifikasi yaitu proses pemberian nama detail situasi penting yang tampak (toponimi) di foto dengan cara pengecekan di lapangan. Apabila identifikasi lapangan juga merupakan identifikasi batas-batas pemilikan tanah, maka peta yang dihasilkan juga merupakan peta pendaftaran.
C.2.6. Ploting Peta Garis, Rektifikasi
Dari data hitungan proses triangulasi udara dan diapositip dapat dilakukan pemetaan detail-detail situasi pada foto dengan menggunakan peralatan khusus yang disebut stereoplotter. Hasil ploting ini disebut manuskrip. Pada pembuatan peta foto kegiatan ini adalah proses rektifikasi/ ortofoto yang menggunakan peralatan khusus juga yaitu rektifier. Untuk pemetaan secara dijital fotogrametrik hasil rektifikasi berupa chekplot.
C.2.7. Kartografi dan Penggambaran Halus
Yaitu penggambaran halus peta manuskrip pada drafting film dan memberi nama detail-detail yang di-cek sesuai dengan hasil identifikasi lapangan.Secara skematis metoda fotogrametrik dapat digambarkan dalam diagram.
Dengan kemajuan teknologi dalam dunia perpetaan dan teknologi satelit, dimungkinkan pembuatan peta-peta skala besar dari citra satelit. Sepanjang ketelitian dan hasil yang diperoleh memenuhi ketentuan yang disyaratkan, penggunaan citra satelit akan membantu dalam hal cakupan wilayah lebih luas dan biaya pemetaan lebih murah.
D. Pemetaan
Pemetaan detail situasi adalah tahap selanjutnya dari proses pemetaan titik dasar teknik. Sedangkan peta dasar pendaftaran merupakan gabungan dari titik dasar teknik dan peta situasi. Tujuan peta dasar pendaftaran yaitu untuk sebagai media untuk melaksanakan pemetaan pemilikan bidang tanah dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanahnya. Walaupun demikian karena pelaksanaan pengukuran dilaksanakan secara bersamaan, pembuatan peta dasar teknik, peta situasi dan peta dasar pendaftaran dapat juga dilakukan secara bersamaan. Dalam hal ini pemberian nama peta tersebut adalah peta dasar pendaftaran. Apabila pengukuran bidang (dalam pengukuran terrestrial) atau identifikasi bidang milik (dalam pengukuran fotogrametrik) juga dilakukan bersama, maka nama peta tersebut adalah peta pendaftaran.
D.1. Skala Peta
Skala peta situasi dan peta dasar pentaftaran dibuat sama, yaitu
1. Daerah pemukiman dengan skala 1:1000 atau 1:500
2. Daerah bukan pemukiman (misalnya pertanian) dengan skala 1:2.500
3. Daerah perkebunan untuk permohonan HGU dibuat dengan skala 1:10.000
D.2. Sistem Koordinat
Peta dasar pendaftaran mempunyai sistem koordinat nasional (pasal 13). Untuk peta dasar pendaftaran yang masih dalam sistem koordinat lokal harus ditransformasikan ke dalam sistem nasional. Metoda untuk melaksanakan transformasi ini antara lain dengan cara transformasi koordinat secara numeris atau grafis. Secara numeris dapat dilakukan dengan software tertentu, misalnya untuk peta-peta fotogrametrik yang masih menggunakan koordinat lokal. Secara grafis dilakukan pada peta-peta terrestrial dengan cara replacing grid atau secara dijital menggunakan software dengan rumus-rumus transformasi koordinat yang ada.
D.3.1. Sistem Nasional
Karena koordinat setiap nomor lembar peta sudah tertentu, pembuatan lembar pembagian peta sudah dapat dibuat sebelum ada pengukuran bidang di wilayah desa tersebut. Penomoran lembar terdiri dari nomor zone dan nomor lembar peta.
D.2.1.1. Nomor Zone
Dengan menggunakan sistem TM-3° nomor zone mengalami perubahan, yaitu 1 zone menjadi 2 nomor zone. Dengan demikian untuk penomoran perlu ditambahkan dengan angka 1 atau angka 2, kecuali karena posisi geografis negara Indonesia, zone pertama (46) dan terakhir (54) hanya menggunakan satu zone saja. Dengan sistem TM-3° jumlah zone menjadi 16 zone, yaitu 46.2, 47.1, 47.2, 48.1, 48.2, 49.1, 49.2, 50.1, 50.2, 51.1, 51.2, 52.1, 52.2, 53.1, 53.2 dan 54.1.
D.2.1.2. Nomor Lembar Peta
Pemberian nomor lembar peta berdasarkan pada pembagian satu zone TM-3° menjadi wilayah-wilayah yang tercakup pada peta skala 1:10.000 dengan ukuran 60 cm x 60 cm (pasal 15 dan lampiran 6). Dengan demikian satu zone tersebut mempunyai satu sistem koordinat tersendiri. Untuk menghindari bilangan negatip pada angka koordinat pada setiap zone maka ditetapkan bahwa false origin (titik nol semu) yaitu perpotongan antara garis ekuator dengan meridian tengah masing-masing zone terletak pada koordinat timur (x) = 200.000 m dan utara (y) = 1.500.000 m (pasal 3). Dari titik ini ditarik garis-garis sejajar lintang dan bujur (dianggap garis lurus) selebar 6.000 meter (sehingga muka peta peta pada skala 1:10.000 adalah 60 cm ke arah X (barat-timur) dan Y (selatan-utara). Sehingga akan terbentuk 56 kolom (arah X) dan 314 baris (arah Y).
Pemberian nomor lembar peta terdiri dari lima dijit yaitu dua dijit pertama menunjukkan nomor kolom dan tiga dijit selanjutnya adalah nomor baris.
Contoh : 48.2 – 55.314
Keterangan :
55 adalah nomor kolom lembar peta
314 adalah nomor baris lembar peta
Dengan memperhatikan lampiran 6, apabila dihitung dari false origin, peta dengan nomor lembar 48.2-01.001 mempunyai koordinat awal sebesar X= 32.000 m dan Y=282.000 m.
Pemberian nomor lembar peta skala 1:2.500 dibuat dengan cara membagi peta skala 1:10.000 menjadi 16(enam belas) lembar dengan rincian 4(empat) lembar kearah kolom dan 4(empat) lembar ke arah baris, dengan format ukuran muka peta 50 cm x 50cm.
Seperti halnya pada peta skala 1:10.000, penomoran dimulai dari ujung kiri-bawah (barat-selatan) dengan nomor 01 dan nomor urut ke kanan (timur) dan berakhir pada nomor 16. Pemberian nomor lembar peta yaitu dengan menambahkan 2(dua) dijit pada lima dijit nomor lembar peta skala 1:10.000 sehingga menjadi 7 dijit.
Contoh : 48.2 – 55.314-05
Keterangan :
55 adalah nomor kolom lembar peta skala 1:10.000
314 adalah nomor baris lembar peta skala 1:10.000
Seperti halnya pada peta skala 1:2.500, penomoran dimulai dari ujung kiri-bawah (barat-selatan) dengan nomor 01 dan nomor urut selanjutnya ke kanan (timur) dan berakhir pada nomor 09. Pemberian nomor lembar peta yaitu dengan menambahkan 1(satu) dijit dari 7(tujuh) dijit nomor lembar peta skala 1:2.500 sehingga menjadi 8 dijit.
Contoh : 48.2 – 55.314-05-5
Keterangan :
55 adalah nomor kolom lembar peta skala 1:10.000
314 adalah nomor baris lembar peta skala 1:10.000
05 adalah nomor urut lembar peta skala 1:2.500
05 adalah nomor urut lembar peta skala 1:1000
Pemberian nomor lembar peta yaitu dengan menambahkan 1(satu) dijit dari 8(delapan) dijit nomor lembar peta skala 1:1.000 sehingga menjadi 9 dijit.Pada peta skala 1:250 dapat dilakukan hal yang sama seperti pada peta skala 1:500, sehingga penomoran akan menambah 1(satu) dijit lagi dari pemberian nomor peta skala 1:500 sehingga akan menjadi 10 dijit.
D.3.2.1. Nomor Zone
Nomor zone hanya terdapat pada sistem koordinat nasional. Sedangkan pada sistem koordinat lokal nomor zone dapat digunakan kode desa/ kelurahan.
D.3.2.2 Nomor Lembar Peta
Pembagian lembar peta dibuat pada skala 1:2.500 saja (dengan luas 1.500 x 1.500 m). Catatan: pembagian pada skala 1:10.000 tidak dibuat. Penomoran berpedoman pada nomor kode desa/ kelurahan, nomor kolom dan baris. Pemberian koordinat lokal dimulai dari nomor lembar di sebelah ujung selatan-barat. Apabila sudah tersedia peta dengan koordinat lokal, maka koordinat peta tersebut dipakai sebagai pedoman. Penomoran lembar pada peta skala 1:1.000, skala 1:500 dan skala 1:250, tahap kegiatannya sama dengan sistem nasional.
Batas Desa/ Kel.
Jalan
Batas lembar peta skala 1:2.500
Titik Dasar Teknik Orde 4
Batas lembar peta skala 1:1.000
Contoh : 07-03.03
07 = kode desa Cempaka Baru
03 = nomor kolom
03 = nomor baris
D.4. Proses Pemetaan
Apabila ditinjau dari proses pengukuran. data ukuran, pengolahan data hitungan dan pemetaannya dapat dilakukan dengan cara manual dan semi dijital dan dijital.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar