mengulas dan membahas seputar dunia pengetahuan seputar kita

contoh iklan banner

LightBlog

Breaking

Post Top Ad

Hosting Unlimited Indonesia

download boost CPA

Selasa, 12 Januari 2010

Properties Fisik Batubara

Sama halnya evaluasi batubara dapat dicapai dengan penentuan dari beberapa propertis yang penting, disinipun berbagai propertis batubara telah disediakan banyak informasi yang bernilai tentang potensi penggunaan batubara (Van Krevelen, 1957). Tentu saja, itu juga merupakan propertis dari material-material organik yang merupakan informasi bernilai yang menawarkan tentang perilaku lingkungan (Lyman et al., 1990). Karenanya, adalah alasan yang baik untuk mempelajari ciri khas daripada batubara tersebut.

Dalam pengertian yang lebih luas, merupakan suatu hal yang telah diterima bahwa pada butiran alamiah dari batubara berperingkat tinggi adalah penting untuk dapat dipahami sifat fisik alamiahnya jika ingin dimodelkan dengan medium butiran yang mana terdiri dari graphite-like material embedded dalam batasan matriks organik.

Propertis Fisik

Sebagai pertimbangan awal, perlunya mengenal sifat fisik secara tidak langsung juga menerangkan tentang hubungannya dengan sifat kimia. Sebagai contoh, ukuran pori batubara, yang mana merupakan sifat fisik batubara, merupakan faktor utama dalam penentuan reaktivitas kimiawi batubara (Walker, 1981). Dan efek kimiawi dari swelling indeks dan pengkokasan batubara memiliki efek substansial pada penanganan batubara atau selama operasi konversi batubara.

A. Densitas (spesifik grafiti)

Padatan yang porous seperti batubara, memiliki tiga perbedaan dalam pengukuran densitasnya; true density, particle density, dan apparent density.

Apparent density batubara dapat dilakukan dengan cara membenamkan sampel batubara di dalam cairan dan kemudian mengukur cairan yang terpindahkan. Untuk prosedur ini, cairan harus: (1) membasahi permukaan batubara, (2) tidak ada absorbsi yang kuat pada permukaan, (3) tidak menyebabkan pengembangan, dan (4) menetrasi pori batubara.

True density batubara ditentukan dengan menggunakan prisip pemindahan helium. Helium baik digunakan sebab dapat menetrasi pori-pori sampel batubara tanpa menyebabkan interaksi secara kimiawi.

Particle density adalah berat suatu unit volume padatan termasuk pori dan rekahan (Mahajan dan Walker, 1978). Densitas partikel dapat ditentukan dengan cara satu dari tiga metode; (1) mercury displacement (Gan et al, 1982), (2) aliran gas (Ergun, 1951), atau (3) Silanization (Ettinger dan Zhupakhina, 1960).

Densitas batubara dapat bervariasi yang menunjukkan hubungan antara rank dan kandungan karbon. Batubara dengan kandungan karbon 85% biasanya menunjukkan suatu derajat ciri hidropobik yang lebih besar dari batubara berank paling rendah.

Bagaimanapun, hasil temuan terbaru pada prediksi sifat hidropobik batubara mengindikasikan bahwa korelasi kharakteristik kandungan air lebih baik dari pada kandungan karbon dan begitupun rasio kandungan air/karbon lebih baik daripada rasio atomik oksigen/karbon. Begitupun, terdapat suatu hubungan antara sifat hidropobik batubara dan kandungan air ((Labuschagne, 1987; Labuschagne, 1988).

Kecenderungan bahwa density batubara bernilai minimum pada kandungan karbon 85%. Sebagai contoh, karbon batubara 50-55% akan memiliki densiti sekitar 1,5 g/cm 3, dan cenderung berkurang hingga 1,3 g/cm 3 untuk batubara mengandung 85% karbon diikuti dengan peningkatan 1,8 g/cm 3 untuk batubara dengan kandungan karbon 87%. Sebagai pembanding, densitas graphite (2,25 g/cm 3) juga mengikuti kecenderungan ini.

Walaupun variasi densitas tidak begitu besar, umumnya densitas untuk maseral (memilki kandungan karbon yang sama) adalah exinite

B. In-Place Density

Densiti insitu batubara memberikan pengertian bahwa lapisan batubara lapisan dapat ditunjukkan sebagai ton per volume.

Dalam standar ASTM D291 dinyatakan dalam berat batubara tercrusher per kubik feet, yang mana bervariasi dengan ukuran partikel batubara dan dengan cara pengisian dalam sebuah container.

C. Porositas dan Luas Permukaan

Batubara merupakan suatu material yang bersifat porous. Dengan demikian porositasnya dan luas permukaannya (Manhajan dan Walker, 1978) memiliki pengaruh yang dapat dipertimbangkan terhadap perilaku selama penambangan, preparasi, dan penanganannya.

Walaupun porositas mempengaruhi laju difusi metan keluar dari batubara (dalam lapisan batubara), dan terdapat juga beberapa pengaruh selama preparasi batubara dalam arti pemindahan mineral matter, tetapi efek yang banyak berpengaruh dari porositas batubara adalah pada penanganan batubara. Sebagai contoh, selama proses konversi batubara, reaksi-reaksi kimiawi yang terjadi antara produk-produk gas (dan atau cairan) dan permukaan yang menonjol, banyak secara inheren di dalam sistim pori.

Sistim pori batubara yang dipertimbangkan pada umumnya bersifat mikroskopis dengan ukuran sekitar 100 Angstrom dan bersifat makroskopis dengan ukuran lebih besar dari 300 Angstrom (Gan et al. 1972; Mahajan dan Walker, 1978). Peneliti lain (Kalliat et al, 1981), yang menyertakan investigasi sinar-X terhadap porositas dalam batubara, telah mengajukan beberapa keraguan terhadap hipotesis ini dengan mengemukakan suatu usul yang mana data adalah tidak konsisten dengan saran bahwa pori-pori mempunyai diameter dalam beberapa ratus Angstrom tetapi mempunyai batasan akses dalam kaitan dengan bukaan-bukaan kecil yang mana mengeluarkan zat lemas atau nitrogen (dan unsur lainnya) pada temperatur rendah. Melainkan, suatu interpretasi yang mana merupakan penekanan terhadap luas permukaan yang besar yang diperoleh oleh hasil adsorbsi sebagai hasil dalam jumlah besar dari pori-pori dengan minimum dimensi pori tidak lebih besar dari ca. 30 Angstrom.

Ada juga suatu indikasi bahwa penyerapan molekul-molekul kecil, seperti methanol, padabatubara terjadi oleh mekanisme site-specific (Ramesh et al., 1992). Dalam kasus demikian, muncul penyerapan yang terjadi pertama kali pada high-energy sites tetapi dengan meningkatnya kontinuitas penyerapan adsorbat (e.g., methanol) untuk mengikat permukaan dibanding molekul-molekul polar lainnya dari spesis yang sama, dan ini adalah suatu bukti penyerapan terjadi baik secara kimia maupun penyerapan secara fisika. Ditambahkan, pada selubung penutup permukaan kurang dari suatu bentuk monolayer, muncul sebagai lapisan aktivasi terhadap proses penyerapan. Apakah ditemukan mempunyai konsekuensi atau tidak untuk studi luas permukaan dan distribusi pori tetap dapat dilihat. Tetapi fenomena dari aktivasi penutup permukaan adalah sangat menarik, yang mana juga memilki konsekuensi untuk interpretasi efek permukaan selama proses pembakaran. Sebagai salah satu sisi efek ini, studi penyerapan dari molekul-molekul kecil pada permukaan batubara adalah di klaim terhadap struktur copolymeric batubara (Milewska-Duda, 1991).

Porositas batubara berkurang dengan meningkatnya kandungan karbon (King dan Wilkins, 1944) dan mempunyai nilai minimum sekitar 89% karbon lalu diikuti dengan meningkatnya porositas. Ukuran pori-pori juga bervariasi dengan meningkatnya kandungan karbon (rank); sebagai contoh, macrospore selalu utama dalam batubara dengan kandungan karbon yang paling rendah (rank) sedangkan batubara dengan kandungan karbon yang paling tinggi utamanya merupakan microspore. Begitupun, volume pori, yang mana dapat dihitung dari hubungan

img~3

Dimana img~4adalah density merkuri dan img~5adalah densiti helium, berkurang dengan kenaikan kadar karbon. Sebagai tambahan, luas permukaan batubara bervariasi antara 10 – 200 m2 / g dan begitupun kecenderungan berkurang dengan bertambahnya kandungan karbon.

Porositas dan luas permukaan adalah dua propertis batubara yang sangat penting pada proses gassifikasi batubara, ketika reaktivitas batubara meningkat sama sepertiketika porositas dan luas permukaan batubara meningkat. Begitupun, laju gassifikasi adalah lebih besar untuk batubara peringkat rendah daripada batubara peringkat tinggii.Porositas batubara dihitung dengan persamaan dari hubungan.

img~6

Dengan menentukan apparent density batubara dalam fluidsa yang berbeda, tetapi diketahui, dimensi, adalah mungkin untuk menghitung ukuran dari distribusi pori Bukaan volume pori (V), misalnya, volume pori dapat diakses untuk partikular fluida, dapat dihitung dari hubungan:

img~7

Dimana img~8adalah apparent density dalam fluida.

Distribusi ukuran dari pori di dalam batubara dapat ditentukan dengan cara membenamkan batubara di dalam larutan merkuri dan tekanan meningkat secara progressif. Efek tegangan permukaan mencegah merkuri dari memasuki pori-pori yang memiliki diameter adalah lebih kecil dari nilai d yang diberikan untuk tiap tekanan partikular p seperti itu bahwa

img~9

Dimana img~10adalah tegangan permukaan fluida.

Berdasarkan jumlah merkuri yang masuk batubara untuk incremental dari tekanan, adalah mungkin untuk membentuk suatu gambaran distribusi ukuran (Van krevelen, 1957). Bagimanapun, total volume pori yang dihitung dengan metode ini adalah secara substansial kurang dari yang diturunkan dari densiti helium, dengan demikian memberikan suatu konsepbahwa batubara mengandung dua sistem pori: (1) sistim pori makro yang dapat diakses terhadap merkuri pada tekanan rendah dan (2) sistem pori mikro yang mana tidak dapat di akses oleh merkuri tetapi oleh helium. Dengan menggunakan cairan yang berbeda variasi ukuran molekulnya adalah mungkin untuk menentukan distribusi ukuran pori mikro. Bagaimanapun, aturan yang berperan tepat atau fungsi pori mikro sebagai bagian dari model struktur batubara adalah tidak dapat dipahami secara penuh, walaupun telah ditunjang bahwa batubara bertindak seperti suatu saringan molekular.

D. Reflektan

Adalah mengherankan untuk kebanyakan peneliti batubara, sering batubara digolongkan sebagai padatan hitam yang tak dapat ditembus oleh cahaya, sehingga harus ditetapkan sebagai salah satu propertis secara optik. Tentu saja, adalah benar bahwa beberapa preparasi atau pengkondisian dari batubara adalah penting untuk dikenali melalui berbagai propertis.

Batubara dapat diuji dalam bentuk seperti tembus cahaya dengan cara transmisi atau reflektan (Tschamler dan de Ruiter, 1963). Transmisi adalah suatu pengukuran absorbansi cahaya pada berbagai gelombang dan dapat ditentukan untuk sayatan tipis batubara.

Reflektansi batubara (ASTM D2798) adalah sangat bermanfaat sebab memberi beberapa indikasi penting tentang propertis batubara (Davis, 1978). Kandungan beberapa maseral (ASTM D2799) dan temperatur karbonisasi. Reflektansi batubara ditentukan melalui derajat relatif terhadap yang mana berkas sinar yang terpolarisasi adalah direfleksikan dari permukaan batubara yang telah dipoles. Batubara tersebut dihancurkan hingga berukuran 850 img~11dengan sedikit kandungan halus, dan kemudian partikel-partikel dibentuk semacam briket. Salah satu permukaannya dipoles hingga halus, bebas dari kerusakan dan bebas dari char. Secara metallurgi, atau opaque-ore, mikroskop digunakan untuk menentukan reflektansi sampel, yang mana adalah diterangiu secara vertikal dengan sinar terpolarisasi.

Sebelum mengukur reflektansi, permukaan sampel diselubungi dengan minyak Sedar atau minyak immersi komersial, dan kemudian membaca berulang-ulang reflektansi maksimum komponen batubara (vitrinit, dll). Nilai yang diperoleh kemudian diperbandingkan dengan estándar high-index glass (yang telah diketahui reflektansinya), yang mana telah disediakan dengan dengan nilai reflektansi secara tipikal antara 0,302% – 1,815%.

Begitu juga, walaupun batubara selalu muncul sebagai massa hitam, lapisan tipis dan permukaan yang dipoles memancarkan berbagai macam warna. Sebagai contoh, dengan sinar sekilas, fusinite dan macrinite berwarna putih, sedangkan exinite berwarna kuning tembus cahaya; dalam cahaya tertransmisi, exinite berwarna jingga. Adalah sangat jelas, perbedaan warna tersebut dapat diterapkan untuik membedakan tipe-tipe maseral. Sebagai tambahan, reflekstansi batubara bervariasi terhadap peringkat batubara tersebut, dan data reflektansi untuk udara adalah ditetapkan lebih tinggi dari medium minyak.

Reflektansi batubara adalah penting dalam menopang penentuan dari komposisi maseral batubara, yang mana pada gilirannya adalah sangat membantu dalam memprediksi perilaku selama mengproses batubara (Davis et. Al., 1991).

E. Indeks Refraksi

Indeks refraksi batubara dapat ditentukan dengan membandingkan reflektansi udara terhadap minyak sedar. Untuk vitrinite, indeks refraksi selalu antara 1,68 – 2,02 (kandungan karbon 58 – 96%).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

LightBlog

Pages