Usaha pertambangan adalah kegiatan yang mempunyai resiko yang sangat besar. Oleh sebab itu, maka kegiatan ini harus selalu dilakukan dengan penuh perhitungan, sehingga potensi-potensi resiko tadi tidak menjadi resiko ril (menjadi kenyataan). Pada tambang batubara bawah tanah, potensi kecelakaan kerja lebih besar bila dibandingkan dengan pada tambang batubara terbuka. Besarnya potensi kecelakaan kerja itu juga sejalan dengan besarnya kerusakan atau kerugian yang dapat ditimbulkan oleh kecelakaan kerja itu. Salah satu potensi kecelakaan kerja pada tambang batubara bawah tanah adalah ledakan gas dan debu batubara.
Dalam uraian berikut ini akan dijelaskan berbagai jenis gas tambang dan debu batubara dan bagaimana semuanya itu dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan bagaimana teknik pencegahan dan penanganannya.
Gas-Gas Tambang
Batubara adalah sejenis bahan bakar yang berasal dari fossil tumbuh-tumbuhan yang telah mengalami peristiwa motamorfosis semenjak jutaan tahun yang lalu. Tumbuh-tumbuhan itu telah mengalami fase penggambutan dan fase pembatubaraan.
Selama proses penggambutan sampai dengan pembatubaraan itu, tentu saja secara alamiah akan terjadi serapan udara dan berbagai jenis gas lainnya, hal ini disebabkan oleh adanya sifat porositas dan kapilaritas dari tumbuh-tumbuhan itu.
Ketika batubara itu mengalami proses pembukaan dari keadaan awalnya, maka gas-gas yang berada dalam batubara itu akan keluar bila ada sesuatu yang mendorongnya, baik itu oleh rekahan, patahan, remukan, atau tekanan dari udara luar dan sebagainya. Setelah gas-gas itu keluar dari posisinya semula, maka dia akan teremisi ke udara di sekitarnya.
Secara umum pada udara luar, komposisi udara normal terdiri dari 21% Oksigen, 78,09% Nitrogen, 0,03% Carbon dioksida, dan 0,93% Argon. Komposisi udara itu untuk di dalam terowongan tambang bawah tanah akan sangat berbeda, karena jelas dalam tambang bawah tanah itu akan terjadi emisi dari berbagai jenis gas yang keluar dari batuan yang ada. Gas-gas yang mungkin ada dalam batubara antara lain: O2, N2, CO2, CH4, NO, NO2, H2S, dan SO2.
Berikut ini dijelaskan secara ringkas berbagai ketentuan yang perlu diperhatikan oleh seseorang yang bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dalam kaitan dengan komposisi gas-gas yang ada dalam tambang.
Oksigen (O2)
Prosentase normal untuk oksigen dalam udara adalah 21%. Bila kadar oksigen yang ada dalam udara di lingkungan kerja itu kurang dari 19,5%, maka para pekerja akan mengalami stress dan bila tetap dipaksakan bekerja di sana akan terjadi kelelahan yang cepat, karena tenaganya akan terkuras untuk menghirup udara (oksigen) dan pada akhirnya para pekerja akan menjadi lemas.
Penyebab berkurangnya kadar oksigen dalam udara pada tambang bawah tanah biasanya adalah: pembakaran (combustion), peledakan (blasting), reaksi oksidasi (oxidation) bahan organic, diantaranya kayu dan batubara dan juga karena adanya proses pernafasan manusia yang mengeluarkan karbon dioksida.
- Nitrogen (N)
Komposisi udara normal mengandung sebahagian besar nitrogen (N), yakni lebih kurang 78,09%. Sifatnya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa dan lebih ringan dari oksigen serta tidak beracun, tetapi bila kadarnya lebih besar dari 80% dia dapat menyebabkan sesak nafas bagi manusia, karena secara otomatis kadar oksigen akan berkurang.
- Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang berasal dari pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar fossil atau zat organik lainnya. Gas karbon monoksida tidak berwarna dan tidak berbau, tetapi sangat beracun. Menurut data dari Savety Executive (Tempo, 29-12-2002), gas terbesar potensinya untuk membuat orang keracunan akut adalah karbon monoksida.
- Karbon Dioksida (CO2)
Manusia dan binatang bernafas dengan menghirup udara yang mengandung oksigen dan ketika pernafasan keluar dihasilkan gas karbon dioksida (CO2). Gas ini tidak berwarna dan lebih berat dari udara dan rasanya agak asam. Bila gas ini terhirup dalam jumlah yang besar akan menimbulkan sesak pernafasan.
- Gas Methan (CH4)
Pembentukan gas methan (CH4) sejalan dengan proses pembatubaraan. Selama proses pembatubaraan itu gas-gas methan terperangkap dan terkumpul dalam lapisan batubara (coal seam) dan juga dapat terjebak pada batuan sampingnya. Pada waktu itu terjadi perobahan daya serapnya terhadap oksigen dan sebaliknya terjadi peningkatan kandungan karbon (lihat table)
Tabel 1.Serapan Oksigen dan Kadar Karbon Batubara
Tipe Batubara | Peat | Lignit | Bituminous | Antrasit |
Oksigen (%) | 35,3 | 26,5 | 10,6 | 03,0 |
Karbon(%) | 57,0 | 67,0 | 83,0 | 93,0 |
Pada tambang batubara bawah tanah, kecelakaan kerja yang paling ditakuti adalah kebakaran atau ledakan gas methan, karena gas methan adalah gas yang paling mudah terbakar (the most common flammable gas). Gas methan tidak berwarna, tidak berbau, lebih ringan dari udara, dan tidak beracun. Pada konsentrasi 5% dari volume udara saja gas ini sudah dapat terbakar (lower explosive limit), yang setara dengan 100% LEL, sedangkan batas ledakan teratas (upper explosive limit) pada 300% LEL atau sekitar 15% volume udara.
- Nitrogen Dioksida (NO2)
Nitrogen dioksida dapat berasal dari gas buang knalpot mesin-mesin tambang, baik yang berbahan bakar solar ataupun bensin, peledakan gas atau dari bunga api listrik. Gas nitrogen dioksida bersifat beracun dan cukup berbahaya, berwarna coklat kemerahan, lebih berat dari udara.
- Hidrogen Sulfida (H2S)
Hidrogen sulfida (H2S) dapat terbentuk dari peledakan bijih-bijih sulfida atau bahan-bahan lapukan. Gas H2S bersifat racun, tidak berwarna, dan mudah terbakar.
- Sulfur Dioksida (SO2)
Gas sulfur dioksida (SO2) atau disebut juga gas belerang terbentuk dari proses peledakanatau pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur (sulfida). Gas SO2 sangat beracun, tidak berwarna, berbau belerang. Jika terhirup dalam jumlah yang cukup banyak, dapat menimbulkan sesak nafas dan pusing-pusing atau mual. Copyright BDTBT 2004 Pusdiklat Teknologi Mineral & Batubara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar